Pengertian Euterofikasi
Eutrofikasi
adalah suatu proses di mana suatu tumbuhan tumbuh dengan sangat cepat
dibandingkan pertumbuhan yang normal. Proses ini juga sering disebut dengan
blooming. Dengan kata lain merupakan pencemaran air yang disebabkan oleh
munculnya nutrient yang berlebihan ke dalam ekosistem air. Air dikatakan
eutrofik jika konsentrasi total phosphorus (TP) dalam air berada dalam rentang
35-100 µg/L. Sejatinya, eutrofikasi merupakan sebuah proses alamiah dimana
danau mengalami penuaan secara bertahap dan menjadi lebih produktif bagi
tumbuhnya biomassa. Diperlukan proses ribuan tahun untuk sampai pada kondisi
eutrofik.
Penyebab Terjadinya
Euterofikasi
Problem eutrofikasi baru disadari
pada dekade awal abad ke-20 saat alga banyak tumbuh di danau-danau dan
ekosistem air lainnya. Problem ini disinyalir akibat langsung dari aliran
limbah domestik. Hingga saat itu belum diketahui secara pasti unsur kimiawi
yang sesungguhnya berperan besar dalam munculnya eutrofikasi ini. Melalui
penelitian jangka panjang pada berbagai danau kecil dan besar, para peneliti
akhirnya bisa menyimpulkan bahwa fosfor merupakan elemen kunci di antara
nutrient utama tanaman (karbon (C), nitrogen (N), dan fosfor (P)) di dalam proses
eutrofikasi.
Eutrofikasi
dapat dikarenakan beberapa hal di antaranya karena ulah manusia yang tidak
ramah terhadap lingkungan. Hampir 90 % disebabkan oleh aktivitas manusia di
bidang pertanian. Para petani biasanya menggunakan pestisida atau insektisida
untuk memberantas hama tanaman agar tanaman tidak rusak. Akan tetapi botol –
botol bekas pestisida itu dibuang secara sembarangan baik di sekitar lahan
pertanian atau daerah irigasi. Hal inilah yang mengakibatkan pestisida dapat
berada di tempat lain yang jauh dari area pertanian karena mengikuti aliran air
hingga sampai ke sungai – sungai atau danau di sekitarnya. Mengacu pada buku
Phosphorus Chemistry in Everyday Living, manusia memang berperan besar sebagai
penyumbang limbah fosfat. Secara fisiologis, jumlah fosfat yang dikeluarkan
manusia sebanding dengan jumlah yang dikonsumsinya. Limbah organik adalah sisa
atau buangan dari berbagai aktifitas manusia seperti rumah tangga, industri,
pemukiman, peternakan, pertanian dan perikanan yang berupa bahan organik; yang
biasanya tersusun oleh karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, fosfor, sulfur dan
mineral lainnya (Polprasert, 1989). Limbah organik yang masuk ke dalam perairan
dalam bentuk padatan yang terendap, koloid, tersuspensi dan terlarut. Pada
umumnya, yang dalam bentuk padatan akan langsung mengendap menuju dasar
perairan; sedangkan bentuk lainnya berada di badan air, baik di bagian yang
aerob maupun anaerob.
Proses Terjadinya
Euterofikasi
Limbah
organik kebanyakan akan mengair ke sungai, danau atau perairan lainnya melalui
aliran air hujan. Limbah organik yang masuk ke badan air yang anaerob akan
dimanfaatkan dan diurai (dekomposisi) oleh mikroba anaerobik atau fakultatif
(BAN); dengan proses seperti pada reaksi (3) dan (4):
COHNS + BAN è CO2 + H2S + NH3 +
CH4 + produk lain + enerji … ….(3)
COHNS + BAN + enerji è C5H7O2 N (sel MO baru) …..(4)
COHNS + BAN + enerji è C5H7O2 N (sel MO baru) …..(4)
Kedua
proses tersebut diatas mengungkapkan bahwa aktifitas mikroba yang hidup di
bagian badan air yang anaerob selain menghasilkan sel-sel mikroba baru juga
menghasilkan senyawa-senyawa CO2, NH3, H2S, dan CH4 serta senyawa lainnya
seperti amin, PH3 dan komponen fosfor. Asam sulfide (H2S), amin dan komponen
fosfor adalah senyawa yang mengeluarkan bau menyengat yang tidak sedap,
misalnya H2S berbau busuk dan amin berbau anyir. Selain itu telah disinyalir
bahwa NH3 dan H2S hasil dekomposisi anaerob pada tingkat konsentrasi tertentu
adalah beracun dan dapat membahayakan organisme lain, termasuk ikan.
Selain
menghasilkan senyawa yang tidak bersahabat bagi lingkungan seperti tersebut
diatas, hasil dekomposisi di semua bagian badan air menghasilkan CO2 dan NH3
yang siap dipakai oleh organisme perairan berklorofil (fitoplankton) untuk
aktifitas fotosintesa; yang dapat digambarkan sebagai reaksi.
Pengaruh
pertama proses dekomposisi limbah organik di badan air aerobik adalah
terjadinya penurunan oksigen terlarut dalam badan air. Fenomena ini akan
mengganggu pernafasan fauna air seperti ikan dan udang-udangan; dengan tingkat
gangguan tergantung pada tingkat penurunan konsentrasi oksigen terlarut dan
jenis serta fase fauna. Kesulitan fauna karena penurunan oksigen terlarut
sebenarnya baru dampak permulaaan, sebab jika jumlah pencemar organik dalam
badan air bertambah terus maka proses dekomposisi organik memerlukan oksigen
lebih besar dan akibatnya badan air akan mengalami deplesi oksigen bahkan bisa
habis sehingga badan air menjadi anaerob.
Pada
badan air yang anaerob dekomposisi bahan organik menghasilkan gas-gas, seperti
H2S, metan dan amoniak yang bersifat racun bagi fauna seperti ikan dan
udang-udangan. Seperti penurunan oksigen terlarut; senyawa-senyawa beracun
inipun dalam konsentrasi tertentu akan dapat membunuh fauna air yang ada.
Interaksi
kompleks antara nutrien, fitoplankton dan zooplankton tersebut menyebabkan
badan air yang mengalami eutrofikasi pada akhirnya akan didominasi oleh sejenis
fitoplankton tertentu yang pada umumnya tidak bisa dimakan oleh fauna air
terutama zooplankton dan ikan termasuk karena beracun.
Dampak Eutrofikasi
Selain
menurunkan konsentrasi oksigen terlarut, menghasilkan senyawa beracun dan
menjadi tempat hidup mikroba fatogen yang menyengsarakan fauna air; dekomposisi
juga menghasilkan senyawa nutrien (nitrogen dan fosfor) yang menyuburkan
perairan. Nutrien merupakan unsur kimia yang diperlukan alga (fitoplankton)
untuk hidup dan pertumbuhannya. Sampai pada tingkat konsentrasi tertentu,
peningkatan konsentrasi nutrien dalam badan air akan meningkatkan produktivitas
perairan, karena nutrien yang larut dalam badan air langsung dimanfaatkan oleh
fitoplankton untuk pertumbuhannya sehingga populasi dan kelimpahannya
meningkat. Peningkatan kelimpahan fitoplankton akan diikuti dengan peningkatan
kelimpahan zooplankton, yang makanan utamanya adalah fitoplankton. Akhirnya karena
fitoplankton dan zooplankton adalah makanan utama ikan, maka kenaikan
kelimpahan keduanya akan menaikan kelimpahan (produksi) ikan dalam badan air
tersebut. Akan tetapi peningkatan konsentrasi nutrien yang berkelanjutan dalam
badan air, apalagi dalam jumlah yang cukup besar akan menyebabkan badan air
menjadi sangat subur atau eutrofik dan akan merangsang fitoplankton untuk
tumbuh dan berkembang-biak dengan pesat sehingga terjadi blooming sebagai hasil
fotosintesa yang maksimal dan menyebabkan peningkatan biomasa perairan
tersebut.
Sehubungan
dengan peningkatan konsentrasi nutrien dalam badan air, setiap jenis
fitoplankton mempunyai kemampuan yang berbeda dalam memanfaatkannya sehingga
kecepatan tumbuh setiap jenis fitoplankton berbeda. Selain itu setiap jenis
fitoplankton juga mempunyai respon yang berbeda terhadap perbandingan jenis
nutrien yang terlarut dalam badan air (Kilham dan. Fenomena ini menyebabkan
komunitas fitoplankton dalam suatu badan air mempunyai struktur dan dominasi
jenis yang berbeda dengan badan air lainnya.
Selain
merugikan dan mengancam keberlanjutan fauna akibat dominasi fito-plankton yang
tidak dapat dimakan dan beracun; blooming yang menghasilkan biomasa (organik)
tinggi juga merugikan fauna; karena fenomena blooming selalu diikuti dengan
penurunan oksigen terlarut secara drastis akibat pe-manfaatan oksigen yang ber
lebihan untuk de-komposisi biomasa (organik) yang mati. Seperti pada analisis
dampak langsung tersebut diatas maka rendahnya konsentrasi oksigen terlarut
apalagi jika sampai batas nol akan menyebabkan ikan dan fauna lainnya tidak
bisa hidup dengan baik dan mati. Selain menekan oksigen terlarut proses
dekomposisi tersebut juga menghasilkan gas beracun seperti NH3 dan H2S yang
pada konsentrasi tertentu dapat membahayakan fauna air, termasuk ikan. Selain
badan air didominasi oleh fitoplankton yang tidak ramah lingkungan seperti
tersebut diatas, eutrofikasi juga merangsang pertumbuhan tanaman air lainnya,
baik yang hidup di tepian (eceng gondok) maupun dalam badan air (hydrilla).
Oleh karena itulah maka di rawa-rawa dan danau-danau yang telah mengalami
eutrofikasi tepiannya ditumbuhi dengan subur oleh tanaman air seperti eceng
gondok (Eichhornia crassipes), Hydrilla dan rumput air lainnya.
Permasalahan lainnya,
cyanobacteria (blue-green algae) diketahui
mengandung toksin sehingga membawa risiko kesehatan bagi manusia dan
hewan. Algal bloom juga menyebabkan hilangnya nilai konservasi,
estetika, rekreasional, dan pariwisata sehingga dibutuhkan biaya
sosial dan ekonomi yang tidak sedikit untuk mengatasinya
mengandung toksin sehingga membawa risiko kesehatan bagi manusia dan
hewan. Algal bloom juga menyebabkan hilangnya nilai konservasi,
estetika, rekreasional, dan pariwisata sehingga dibutuhkan biaya
sosial dan ekonomi yang tidak sedikit untuk mengatasinya
Cara Menanggulangi
Eutrofikasi
Menyadari
bahwa senyawa fosfatlah yang menjadi penyebab terjadinya eutrofikasi, maka
perhatian para saintis dan kelompok masyarakat pencinta lingkungan hidup
semakin meningkat terhadap permasalahan ini. Ada kelompok yang condong memilih
cara-cara penanggulangan melalui pengolahan limbah cair yang mengandung fosfat,
seperti detergen dan limbah manusia, ada juga kelompok yang secara tegas
melarang keberadaan fosfor dalam detergen. Program miliaran dollar pernah
dicanangkan lewat institusi St Lawrence Great Lakes Basin di AS untuk
mengontrol keberadaan fosfat dalam ekosistem air. Sebagai implementasinya,
lahirlah peraturan perundangan yang mengatur pembatasan penggunaan fosfat,
pembuangan limbah fosfat dari rumah tangga dan permukiman. Upaya untuk
menyubstitusi pemakaian fosfat dalam detergen juga menjadi bagian dari program
tersebut.
Ada beberapa faktor yang
menyebabkan penanggulangan terhadap problem ini sulit membuahkan hasil yang
memuaskan. Faktor-faktor tersebut
adalah aktivitas peternakan yang intensif dan hemat lahan, konsumsi
bahan kimiawi yang mengandung unsur fosfat yang berlebihan,
pertumbuhan penduduk Bumi yang semakin cepat, urbanisasi yang semakin
tinggi, dan lepasnya senyawa kimia fosfat yang telah lama terakumulasi
dalam sedimen menuju badan air.
adalah aktivitas peternakan yang intensif dan hemat lahan, konsumsi
bahan kimiawi yang mengandung unsur fosfat yang berlebihan,
pertumbuhan penduduk Bumi yang semakin cepat, urbanisasi yang semakin
tinggi, dan lepasnya senyawa kimia fosfat yang telah lama terakumulasi
dalam sedimen menuju badan air.
Terimakasih penjelasannya.. sangat membantu..
BalasHapusTerima kasih infonya
BalasHapusTerima kasih banyaaaak sgt membantu
BalasHapus